"Ternyata anakku kena flek paru, Prith. Makanya berat badannya enggak naik-naik." begitu bunyi pesan singkat yang saya terima dari seorang teman beberapa waktu yang lalu.
"Flek paru itu apa?" tanya saya. Jujur, saat itu saya memang nggak tahu apa itu penyakit flek paru.
"TB." jawabnya pendek.
Dan sadarlah saya bahwa yang dimaksud olehnya adalah TBC? Kalau itu sih saya tahu. Tapi, eh...masa iya anak umur 1 tahun menderita TB? Bukankah itu penyakit yang 'biasanya' diderita oleh para lansia? Setidaknya begitu lah yang biasa saya dengar. Bahwa TB yang didahului dengan batuk kronis, biasanya menyerang orang-orang yang berusia lanjut, terutama perokok baik aktif maupun pasif. Karena masih nggak percaya bahwa anak-anak terutama balita bisa terkena penyakit mematikan ini, maka saya pun sibuk browsing. Ternyata memang saya yang kudet alias kurang apdet.
Jadi, untuk menghindari gejala kudet seperti yang saya alami, yuk kita sama-sama peajari mengenai TB khususnya pada anak.
Inilah 2 fakta penting yang saya dapat terkait TB pada anak:
- Menurut data WHO (1994) Indonesia menduduki peringkat ketiga dunia dalam jumlah kasus baru TB (tuberculosis)
- 10% dari seluruh kasus terjadi pada anak <15 tahun.="">15>
Fakta TB Pada Anak-Anak, sumber dari sini |
Berangkat dari fakta itu, saya jadi penasaran. Jadi, apakah gejala TB pada anak itu sama dengan gejala yang lazim dialami oleh orang dewasa? Mari kita lihat...
1. Demam adalah gejala paling umum yang pasti ada. Ini merupakan pertanda masa inkubasi dari basil penyebab Tuberculosis. Demam biasanya disertai dengan berkeringat di malam hari, Demam pada umumnya tidak terlalu tinggi sehingga seringkali orangtua mengabaikan ini.
2. Berkurangnya nafsu makan anak, bahkan pada beberapa kasus, anak menjadi tak mau makan sama sekali. Perhatikan jika dalam 3 bulan berturut-turut berat badan terus turun tanpa sebab yang jelas dan tidak naik sedikitpun dalam sebulan setelah mendapatkan penanganan gizi yang baik.
3. Tubuh anak lemas, tidak memiliki daya atau kekuatan, tidak bergairah, lambat dalam beraktifitas dan terkesan menutup diri. Singkat kata anak tampak terserang multi-L alias Lemah, Letih, Lesu, Loyo, Lambat dan Lunglai.
4. Adanya batuk kronis dan berulang selama lebih dari 30 hari, saking seringnya bisa jadi sampai menimbulkan benjolan di leher. Namun batuk bukan mmerupakan gejala mutlak untuk kasus TB pada anak. Karena bakteri tuberkulosis pada anak menginfeksi parenkim paru, jadi mungkin saja tak ada refleks batuk.
5. Terjadi diare yang berulang hingga menimbulkan benjolan di rongga perut.
6. Bisa menimbulkan kejang jika sudah mengenai susunan saraf otak
Jadi, jika Anda menemukan anak dengan gejala seperti ini segeralah diperiksakan ke balai pengobatan terdekat entah itu Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit atau praktek dokter spesialis (ingat ya, bukan dukun!)
Karena logikanya semakin cepat penyakit dideteksi, maka pengobatan akan lebih cepat dilakukan dan insya Allah akan lebih cepat sembuh ketimbang jika hanya diam apalagi sibuk menyangkal bahwa anak tersebut tidak mungkin TB, padahal gejala-gejala di atas sudah jelas terlihat.
Tunggu, Menyangkal TB? Kenapa?
Berdasarkan keterangan sahabat saya dr. Adhika Putra dari klinik Niramaya Bandung, sebagian masyarakat rupanya masih menilai bahwa TB bukanlah penyakit yang 'bergengsi'. Sebagian pihak masih merasa malu jika anak mereka didiagnosa mengidap TB.
Inilah akhirnya yang membuat dokter seringkali menyamarkan TB dalam istilah lain seperti flek paru. Ini dikarenakan gambaran foto rontgen orang yang mengidap TB terdapat bercak putih (infiltrat). Tapi penting untuk dibedakan, bahwa tidak semua bercak putih pada foto rontgen mengindikasikan TB. Bercak pada penderita TB lebih spesifik, berupa bercak kecil putih merata di seluruh paru-paru, atau gambaran putih padat akibat pengerucutan sebagian paru-paru.
Tapi sekalipun berdasarkan gambaran rontgen sudah dinyatakan sugestif TB, ini tidak bisa dijadikan satu-satunya acuan bahwa pasien--khususnya anak-anak positif mengidap TB. Ada tes lain yang harus dilakukan untuk menguatkan dugaan tersebut, yaitu berdasarkan observasi dan uji tuberkolin (mantoux test).
Selain beberapa gejala umum seperti yang sudah saya gambarkan di atas, ternyata kita juga sebaiknya mewaspadai jika anak mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TBC BTA Positif dan terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (dalam 3-7 hari).
Terus, selanjutnya gimana dong kalau misalnya seorang anak sudah di-rontgen, test mantoux dan lainnya lalu benar terbukti dia positif mengidap TB? Ya disembuhkan dong! TB bisa sembuh, kok asalkan mau berobat secara teratur selama kurang lebih 6 bulan. Biasanya untuk anak-anak ada sekitar 2-3 macam obat yang akan diberikan.
6 bulan? Duh lama dan repot banget, ya? Jujur saja, saya berpendapat demikian. Apalagi jika TB menyerang anak-anak, rasanya pasti campur aduk antara sedih, kasihan dan repot. Lalu adakah hal yang bisa dilakukan untuk mencegah TB? Ternyata ada. Pertama, jangan ketinggalan untuk memberi bayi imunisasi BCG dan sebisa mungkin hindarkan anak untuk kontak langsung dengan penderita TB. Karena bakteri TB mudah sekali menular melalui udara.
Hah, jadi kalau gitu seorang anak yang sudah dinyatakan positif terkena TB harus diasingkan atau diisolasi??
Tenang, tidak seburuk itu jika TB menyerang anak-anak. Silakan dicatat bahwa TB yang menyerang anak-anak tidak akan menular pada anak lainnya. TB bisa menular dari orang dewasa pada anak-anak, tapi sekali lagi tidak bisa menular antar anak-anak. Jadi ya nggak perlu tuh mengucilkan anak yang terkena TB. Yang sebaiknya dilakukan jika sudah ada anak yang positif terkena TB adalah mencari 'sumber penularan'. Perhatikan di sekitar Anda, apakah ada orang dewasa yang tampak memiliki gejala TB? Nah orang dewasa itu harus segera disembuhkan agar tidak menulari orang lain lagi.
Dengan penjelasan panjang lebar tadi, sekarang udah nggak kudet lagi, kan?
Yuk lebih peka terhadap lingkungan. Meskipun kita bukan dokter tapi kan nggak ada salahnya untuk memperhatikan jika ada orang di sekitar kita yang mengalami gejala-gejala di atas. Tapi perhatikan juga cara penyampaiannya, yaitu beritahukan baik-baik mengenai fakta TB dan resiko serta bahayanya untuk lingkungan. Karena seperti yang sahabat saya sampaikan di atas bahwa sebagian masyarakat kita masih menganggap kalau TB ini penyakit yang kurang 'bergengsi'.
Oya sekedar tambahan nih (meski tidak selalu demikian), pada umumnya penderita TB berasal dari rumah yang sirkulasi udaranya kurang baik. Jadi yuk mulai benahi sirkulasi udara di tempat tinggal kita. Bagaimanapun mencegah kesehatan lebih baik daripada mengobati, bukan?
Semoga kedepannya TB di negeri ini bisa terus diminimalisir dan dicegah, sehingga kita bisa bilang 'Indonesiaku bebas TB'!
Gambar dari sini |
Tulisan ini disertakan dalam kompetisi blog 'Temukan dan Sembuhkan Pasien TB' yang diselenggarakan oleh www.tbindonesia.or.id
Referensi tulisan:
http://rotinsuluhospital.org
http://health.detik.com
http://www.ppti.info
http://rsudwonogirikab.go.id
1 comment:
Save Child from Tuberculosis, Indonesia Bebas TB... Yes...
Post a Comment