Wednesday, January 13, 2010

The Story About Us (Me, My Husband and My Little Gaza)

Wiww… apa kabar blog tercinta? Rasanya udah lamaa banget gue nggak nulis apa-apa di sini. Setelah melewati masa kehamilan yang panjang (40 minggu 2 hari) dan sulit (mual+pusing dsb) serta dilanjutkan dengan kelahiran dan masa-masa terkejut karena adanya seorang bayi mungil di rumah… Ya, lengkap lah sudah alasan kenapa gue menghilang alias hiatus begitu lama dari blog ini.

Tapi, karena gue merasa sebagai seorang blogger sejati, makanya gue kembali. Kembali ngeblog, gak peduli meskipun teman-teman blogger banyak yang udah ngilang karena lebih suka cerita-ceriti di Facebook, Twitter, Plurk dsb (termasuk gue yang juga ketularan :p). Gue kembali dengan segudang cerita yang rasanya kurang pas kalo ditulis di situs social network. Nggak ‘feels like home’ gitu deh, hehe!

Hummmph….
I’m a mother now. Mother with a very cute baby boy named Gaza Khalid Efendi, which born in Jakarta December 5th 2009.Gue bukan lagi ‘hanya’ seorang istri, dimana setahun yang lalu masih bisa kemana-mana dengan bebasnya. Bisa ngapain aja tanpa mesti ingat bahwa ada yang nunggu gue di rumah dan amat-sangat-bahaya kalau enggak dipedulikan. Bukan sekedar suami yang akan mencereweti gue karena kebanyakan aktifitas. Lebih dari itu, sodara-sodara! Yang mengharapkan gue ada di rumah kali ini seorang bayi mungil. Well, mungkin bukan sekedar mengharap, tapi lebih pada ‘bergantung’.

My little Gaza really needs me everytime.

Sebagai seorang bayi ASI eksklusif, Gaza akan selalu ‘nagih’ sarapan, makan siang, makan malam serta makan di waktu-waktu lainnya ke gue. Soalnya ya cuma melalui gue dia bisa mendapatkan makanan. Cuma gue yang dititipi Allah makanan sehat bergizi lengkap untuk Gaza dalam (insya Allah) 6 bulan pertama kehidupannya. Yaa, setidaknya begitulah niat dan tekad yang gue pancangkan jauh-jauh hari sebelum kelahiran Gaza. Sebuah niat yang kuat untuk ngasih dia ASI eksklusif, demi kesehatan dan kecerdasannya kelak, amin!

Makanya gue sempat panik luar biasa ketika mendapati bahwa ASI gue di awal kelahirannya sangat sedikit. Yang gue tau, bayi membawa cadangan makanan dari dalam rahim sampai 2-3 hari setelah kelahirannya. Dan saat itu Gaza sudah 2x24 jam hanya dapat beberapa tetes ASI. Oh God! Gue berkejaran dengan waktu dan nyawa Gaza saat itu. Then, I had no choice anymore…Gaza terpaksa gue ‘tambal’ pakai susu formula. Nyesek banget! Gue merasa enggak berharga jadi seorang ibu.
Tanpa diduga, pangeran kecil gue yang tercinta itu ternyata enggak suka susu formula. Dia cuma mau minum sedikit banget. Menit demi menit tubuhnya semakin lemah, kuning dan suhu badannya meningkat, hingga akhirnya membawa dia ke dalam inkubator di ruang perina RS Jakarta Medical Center.
Gue hampir pingsan saat itu!Ya, gue rasa cuma ibu gila yang enggak syok ngeliat bayinya yang baru berusia 3 hari dimasukkan ke dalam kotak kaca dalam keadaan telanjang (cuma mata dan kemaluannya yang ditutup) dengan blue light di atasnya plus selang infus! Oh ya Tuhan…seluruh persendian gue lemas demi melihat tangan mungilnya menggapai-gapai selang itu. Seandainya bisa bertukar tempat sama dia, gue rela… sungguh!Hari demi hari selanjutnya gue lewati dengan bolak-balik ke Rumah Sakit setiap jam besuk (pagi-siang-malam) untuk nengok dan nitip ASI peras ke suster jaga untuk disuapi ke Gaza atau dimasukkan lewat selang. Disuapi ya, bukan dimasukkan dot! Ini penting, ibu-ibu… Banyak banget cerita bayi yang mengalami ‘bingung puting’ atau ‘nipple confusion’ karena dikasih susu lewat dot. Akibatnya dia jadi enggak mau menyusu langsung karena udah lebih terbiasa pakai dot.

Gue gak peduli meski luka bekas jahitan belum kering. Bahkan para ibu-ibu tetangga banyak yang mengkhawatirkan gue karena banyak jalan sebelum 40 hari pasca lahiran. Ada yang bilang nanti peranakannya turun lah atau jahitannya ngebuka lagi. Then I didn’t care at all! Yang ada di benak gue saat itu cuma gimana caranya biar bisa ketemu bayi gue sesering mungkin!

Satu minggu bolak-balik ke ruang Perina ngasih banyak pelajaran dan pengalaman berharga buat gue. Dimana gue banyak ngeliat bayi-bayi lain dengan diagnosa yang berbeda, gue juga banyak sharing dengan ibu-ibu lain. Yang intinya sih, gue jadi merasa ‘nggak sendiri’ menghadapi cobaan ini.Dari bilirubin dan suhu tubuh yang tinggi, seminggu kemudian Gaza pulang dengan badan yang jauh lebih sehat dan pipi kemerahan. Alhamdulillah…Dan semenjak hari dia kembali ke rumah, entah udah berapa malam yang gue lewati dengannya yang full begadang (hampir setiap hari!). Sebagaimana kebanyakan bayi new born lainnya, Gaza juga ‘hobi’ begadang. Lapar lah, ngompol lah atau gerah… semuanya dia nyatakan dengan nangis!
Gue pun mengalami ‘Baby Blues’.
Setiap Gaza ngamuk dan meronta-ronta, gue panik. Ini adalah keadaan yang sama dengan yang dilakukannya saat menjelang sakit waktu itu. Jadi setiap itu terjadi (ngamuk dan meronta-ronta), gue seolah nonton tayangan ulang detik-detik menjelang Gaza diopname. Gue takut, cemas, panik dan sejuta perasaan buruk lainnya. Ditambah ingatan akan salah satu bayi di sebelah inkubator Gaza yang meninggal akibat terpapar hepatitis-C. Oh Tuhan, meskipun waktu itu Gaza masuk inkubator dengan diagnosa yang berbeda (terinfeksi CRP), tapi tetap aja jutaan hal buruk selalu menggelayuti pikiran gue setiap Gaza ngamuk dan meronta-ronta. Gue bahkan takut kalau sampai badannya yang mungil itu enggak tertahan dan terjatuh dari dekapan gue, atau lehernya bengkok… Aaaah, naudzubillahimindzalik!Untungnya gue punya suami yang amat sangat kooperatif. Nenek dan uwak-nya Gaza juga datang. Their support helps me much. Enggak cuma membantu ganti popok atau mencucinya, tapi jauh lebih dari itu. Mereka menumbuhkan keyakinan dalam diri gue bahwa everything’s ok. Bahwa Gaza akan baik-baik aja dengan perawatan dan kasih sayang yang memadai. Bahwa gue juga harus selalu menjaga kesehatan demi lancarnya ASI untuk Gaza dan segudang tips lainnya. Then my baby blues gone out, bahkan saat hanya tinggal ada suami gue, setelah habisnya ‘masa tugas’ nenek dan uwaknya Gaza ;)

Gue dan suami sepakat untuk bahu-membahu merawat pangeran kecil kami. Mulai dari gantian menimang dia di tengah malam, mencuci dan menyetrika baju kotornya, atau mengajaknya berjemur di teras (tapi khusus memandikan, itu tugas ayahnya lho, hihi!)

Dan akhirnya dari yang enggak bisa apa-apa, gue pun menjadi lebih terampil. Dari yang serba lama, gue belajar untuk bertindak lebih cepat karena tuntutan keadaan. Iya lah, bisa jadi nih saat lagi nyuci piring, tiba-tiba aja Gaza nangis karena lapar. Atau pas lagi makan, eh Gaza malah pup… Dan itu enggak bisa ditunda, bukan?

Hingga di tengah-tengah segala kesibukan sebagai full time mother, hari ini gue pun diingatkan akan suatu hal ‘besar’: 13 Januari!
Pada tanggal ini 3 tahun yang lalu…semuanya bermula.
Gue untuk pertama kalinya ketemu sama ayahnya Gaza di perpus Diknas dalam rangka launching buku antologi bareng blogger lainnya (yes, he’s blogger too).
Blogwalking-ketemu-kenalan-telponan-smsan... sampai akhirnya memutuskan untuk mengucap janji suci di 20 Juli 2008.

Our marriage such a blessing for us. Ketawa bareng, sedih bareng, berantem dan lainnya…bikin pernikahan kami rasanya makin kokoh. Apalagi ditambah kelahiran Gaza. It’s complete!
Well, sebetulnya gue masih pengin cerita lebih banyak lagi. Tapi ternyata sang pangeran kecil udah nangis. Entahlah, mungkin popoknya basah. So, c u l8er guys

No comments: