Monday, December 6, 2010

English Versus Bahasa Indonesia

Gue punya tiga orang sepupu yang udah lama banget tinggal di Inggris, namanya Ghina, Aghnia dan si bungsu Akbar. Ayah mereka alias om gue kerja di perusahaan penerbangan asing. Jadi sejak kecil mereka sekeluarga nyaris selalu tinggal di luar, hanya beberapa waktu aja di Indonesia. Tinggal di luar otomatis ada perbedaan kebudayaan, kebiasaan dan bahasa tentunya! Hal ini seringkali menimbulkan kejadian lucu di antara kami. Salah satunya yang terjadi sekitar 2 tahun yang lalu.

Si kecil Akbar saat itu baru berusia 4 tahun. Keluarga om gue pulang ke Indonesia selain untuk berlebaran di kampung halaman juga berencana untuk mengkhitan Akbar. Akbar ini karena dari kecil banget tinggal di Inggris, jadi paling enggak bisa bahasa Indonesia dibandingkan dengan kedua kakaknya yang sempat lebih lama menikmati masa kecil di Bandung. Walhasil sodara-sodara sepupu gue yang seumuran dengannya agak susah untuk berkomunikasi sama dia. Untungnya ada beberapa permainan anak-anak yang punya aturan sama di berbagai Negara, seperti bola atau sepeda. Akbar dan Opay (sepupu terdekatnya yang cuma beda sekitar setahun) jadi tetap bisa main sama-sama meskipun mereka berdua menggunakan bahasa yang beda.

Begini nih contohnya:

Akbar : “Opay, come give it to me!” (Akbar siap nerima operan bola)

Opay : “Ih kata ibu mainnya jangan di dalam, nanti kena kaca.” (Opay nasehatin)

Atau

Akbar : “I will kick first, ok?” (Akbar siap nendang bola)

Opay : “Yuk kita main sepeda aja?” (Opay ke garasi)

Dan

Akbar : “I have another games, come on!” (Akbar menuju kamar)

Opay : “Bolanya gooool!” (Opay nendang sambil sorak-sorak karena berhasil menjebol gawang Akbar)

Atau saat mereka lagi asyik main sepeda di teras tiba-tiba ada tukang bakso lewat. Akbar yang gak pernah ngedenger suara mangkok dipukul sendok khas tukang bakso, mendadak jerit-jerit ketakutan dan masuk ke dalam rumah nyamperin tante gue. Tinggallah Opay kebingungan dan sedih karena dikiranya Akbar udah enggak mau main lagi dengannya. Gue dan sodara-sodara yang lain ketawa aja dengernya.

Sampai lama-kelamaan Akbar dan Opay akhirnya bisa nyambung juga. Well, bahasanya mungkin masih beda, tapi rupanya anak-anak punya bahasa tubuh tersendiri yang bisa dimengerti secara universal di antara mereka. Dan tanpa tersadari oleh masing-masing, sedikit demi sedikit Akbar dan Opay juga tukeran bahasa. Sampai akhirnya Akbar ngerti beberapa kata dalam bahasa Indonesia dan Opay tau beberapa kata dalam bahasa Inggris.

Libur lebaran pun habis. Niat untuk mengkhitan Akbar pun sudah dilaksanakan tanpa banyak hambatan. Dibilang nggak banyak hambatan, maksudnya Akbar nggak terlalu rewel kesakitan seperti kebanyakan anak-anak lain seumurnya. Hambatannya justru dia enggak mau pakai celana dalam meskipun udah pulih. Maunya pakai sarung aja. Kata tante gue, Akbar baru mau pakai delana dalam sesaat sebelum take off balik ke Inggris. itu juga seudah dibujuk ini itu.

Oke pendek kata pulanglah Akbar beserta kedua orangtua dan kedua kakaknya. Enggak lama kemudian mereka bertiga juga kembali ke bangku sekolah. Tapi masalah baru muncul. Tante gue dipanggil sama gurunya Akbar. Menurut gurunya, Akbar yang biasanya ceria dan bisa mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik, mendadak jadi anak pemurung dan bahkan untuk main pun dia kehilangan gairah. Ya ampun, ada apa dengan Akbar? tante gue sempat panik, Pasalnya di rumah dia enggak apa-apa. Ya, memang sih sempat agak mogok sekolah.

Akbar ditanya diem aja. Dia malah kayak orang linglung. Tapi tante gue dan gurunya terus aja sabar nanyain dia pelan-pelan. Akhirnya satu kalimat meluncur dari mulut Akbar, “I loose my English.”

Oh ya ampuuuun… ternyata satu bulan di Indonesia sanggup bikin Akbar lupa sama bahasanya!

No comments: