Tips Pintar (Ala Saya) Mengatasi Anak Susah Makan

Kemarin saya baca artikel di sebuah majalah yang memuat survey mengenai 'Pertanyaan apa yang paling menyebalkan bagi orangtua mengenai anak?" 

Jawabannya adalah: Lebih dari 30 % orangtua sebel banget kalau ada yang nanya, "Anaknya kurus banget, susah makan ya?"

Saya senyum-senyum aja baca artikel itu. I was there, Moms! Ya, saya pernah ada dalam 'situasi menyebalkan' itu. Mendapat pertanyaan itu dari orang-orang yang 'seperti-enggak-peduli-pada-perasaan-orang-lain'. Dimana kalau saya lagi enak hati, bakal saya kasih senyum. Sementara kalau lagi bete, suka saya kerasin, "Trus kenapa? Masalah buat lo?"

Serius! 

Padahal kalau dipikir-pikir dengan otak dan perasaan yang jernih, belum tentu juga si penanya punya niat buruk pada kita, ya? Ah maklumlah namanya juga pertanyaan sensitif. Seperti halnya kalau sebagian besar perempuan ditanya, "Umurnya berapa?" atau "Berat badannya berapa?" dan "Gajinya berapa?", pasti bawaannya pengin nimpuk pakai selop yang lagi dipake, hihihi!

Eh kok jadi ngelantur ya? Ayo kita kembali ke 'jalan yang benar'. Kenapa saya sebal dengan pertanyaan tadi? Jawabnya, tentu saja karena pertanyaan itu benar adanya. Anak saya Gaza, susaaaaaaah banget makannya. Dan itu terjadi sejak dia bayi, di usia 6 bulan--saat pertama kalinya MPASI. Gaza menolak apapun yang saya suapi ke mulutnya. Caranya macam-macam, mulai dari 'aksi tutup mulut', 'geleng-geleng kepala' sampai 'nyungsep ke kursi makan atau bantal'.

Good! Itu sukses bikin saya pusing tujuh keliling. Dan akhirnya dengan amat sangat terpaksa pakai jurus 'Maksa'. Jadilah rumah saya seperti tempat penyiksaan bayi. Setiap jam makan pasti Gaza jerit-jerit. Mana jeritannya kencang pula. Tetangga terdekat saya awalnya suka nanya, "Gaza kenapa?" setelah saya kasih tau, mereka pun jadi maklum (entah terpaksa maklum).

Hingga akhirnya Gaza ketemu dengan Mamam (ibu saya). Mamam inilah yang jadi 'dewi penyelamat' untuk cucu pertamanya. Dengan kesabaran ekstra Mamam membujuk Gaza untuk makan. Dan senjata Mamam ternyata bukan cuma sabar, tapi juga resep-resep makanan superlezat yang variatif. Saya aja yang bukan bayi suka lho nyicipnya! 

Baiklah saya catat tips pintar pemberian makan ala Mamam:

1. Masakan superlezat yang dibikin dengan penuh doa dan cinta

2. Disuapi dengan kelembutan dan kesabaran

3. Selingi dengan cerita-cerita seru (jangan pernah beranggapan bayi nggak ngerti!)

4. Habis 1 porsi full

That's my Mom!

"Makan itu harus happy, ga boleh dipaksa, nanti malah trauma." gitu nasehat ibu saya. Memang sih, secara teori dari buku, majalah atau website kesehatan, rata-rata sarannya seperti itu. Tapi saat itu, bagi saya--si ibu baru, prakteknya tetap saja ngak semudah membalikkan gajah, eh telapak tangan. 

Maka sepulang dari rumah Mamam, saya segera meng-copy paste trik yang beliau ajarkan. Lumayan berhasil. Meski tidak sebanyak yang biasa terlihat di iklan-iklan bubur susu, tapi setidaknya Gaza mau makan tanpa harus dipaksa. Itu saja sudah bagus banget.

Rasanya baru 1-2 bulan saya mempraktekkan ajaran Mamam, eh memasuki usia setahun Gaza kembali susah makan. Kali ini pakai acara lepeh. Saya pun kembali cenat-cenut. Kenapa lagi, nih?

Jawaban segera didapat, ternyata problem tumbuh gigi. Aduuuh! Masalahnya nih ya, Gaza itu susah banget gemuk, kecuali porsi makannya cukup. Balik lagi susah makan, artinya membuat Gaza diet dengan cepat. Dan disaat bobotnya susut akibat tumbuh gigi, beberapa komentar pun berdatangan,

"Cacingan kali!"

"Cek darah deh, TBC kali! Biasanya anak TBC itu kurus dan gak mau makan!"

"Cekok aja pake jamu!"

dan lain-lain yang bukannya menyelesaikan masalah tapi bikin situasi makin rumit dan menegangkan.

Saya pun kembali ke Mamam. Beliau bilang, "Blender aja makanannya kayak waktu bayi."

"Tapi kata artikel nanti kebiasaan? jawab saya.

"Nurut amat sama artikel. Daripada anaknya nggak makan?"

Bener juga ya? Dan saya kembali menuruti saran Mamam. Gaza makan dalam porsi normal lagi. Meski selanjutnya saya terpaksa harus membenarkan apa yang ditulis dalam artikel: Gaza ketagihan dengan makanan halus, padahal sebelumnya sudah saya kasih nasi lembek dan sayur yang dipotong-potong kecil. Ini terjadi sampai usianya menjelang dua tahun. Dimana saya harus repot-repot memblender makanannya setiap kami akan bepergian. Boro-boro kayak anak teman-teman yang udah bisa diajak makan di restoran. 

Suami saya bilang, "Hikmahnya, makanan dia terjamin, gak pakai pengawet ataupun penyedap."

Tapi saya nggak menyerah gitu aja. Saya tetap cari info mengenai menambah nafsu makan pada anak. Berbagai tips saya jalankan mulai dari memberi jamu (tidak mempan), susu kambing (lumayan mempan), dan kasih minyak ikan (ini ampuh! Meski awalnya saya sempat pesimis mengenai baunya yang amis)

SevenSeas yang terbuat dari Cod Liver Oil ini ampuh banget untuk menumbuhkan nafsu makan pada anak. Baunya juga nggak amis. Emulsion yang diperkaya dengan vitamin A, D, E, C, B6 dan DHA ini juga memberi nutrisi yang baik untuk otak anak, terutama di usia balita yang sering disebut sebaga 'Golden Age'.

Sekarang di usianya yang menginjak 3 tahun 2 bulan, alhamdulillah Gaza sudah tidak terlalu bermasalah dengan makan. Gaza sudah bisa makan dengan baik (meski kadang lama kalau dia tak suka menunya). Tapi tentu saja sebagai orangtua, kita nggak boleh hanya memberinya makanan favorit anak saja, bukan? Kalau gitu, masa iya setiap hari Gaza makan hanya pakai tahu, udang krispi dan sayur oyong (karena itu makanan favorit anak saya).

Perjuangan saya membuahkan hasil. Gaza sekarang tidak lagi menolak makanan. Kalaupun dia betul-betul nggak suka dengan masakan saya, setidaknya dia tetap makan meski hanya beberapa suap, selanjutnya dia tak menolak jika saya tawari makanan lain seperti roti, mi atau biskuit. Intinya sih sekarang saya sudah tak terlalu khawatir dengan asupan gizinya.

Masalah kurus?

Nah ini dia yang saya heran. Setelah nafsu makannya membaik, ternyata badan Gaza nggak juga menggemuk. Salah di mananya lagi? Hingga seorang DSA senior mengatakan pada saya mengenai dua kemungkinan, faktor genetik dan kelincahan anak.

"Kalau anaknya aktif bergerak, dia tidak akan menimbun lemak. Yang penting kebutuhan gizinya terpenuhi baik secara kualitas maupun kuantitas."

Dokter itu benar, Gaza adalah tipe 'kinestetik' yang aktif bergerak kesana-kemari. Dan satu lagi, secara genetik kemungkinan dia menurun dari ayahnya. Suami saya kan 'curang', mau makan sebanyak apapun badannya tetap nggak bakalan gemuk. Beda dengan saya yang makan sedikit juga cepat melebar.

Saya pun jadi lebih tenang. Apalagi didukung oleh tumbuh kembang Gaza yang relatif baik, kecerdasannya yang menonjol di beberapa bidang serta daya tangkapnya yang luar biasa. 

Melengkapi apa yang pernah dilakukan oleh Mamam, sekarang saya juga punya tips pintar sendiri dalam mengatasi anak yang susah makan (setidaknya ini berlaku untuk anak saya): 

Pertama, ciptakan suasana menjelang makan dan makan yang sangat menyenangkan. Jika anak Anda senang bereksperimen seperti Gaza, maka ajaklah ia berpartisipasi dalam proses memasak. Saya sih suka memberi Gaza sayuran mentah untuk ia bantu siangi/potong. Hasilnya tentu jauh dari rapi, tapi puji saja dia untuk kerajinannya. Ini akan menumbuhkan kepercayaan diri bahwa dia mampu membantu pekerjaan orang dewasa. Lalu selanjutnya katakan saja, "Hayo, kan tadi ini kamu yang masak, masa sekarang nggak mau makan?"

Seringkali saya bahkan membawanya ikut serta belanja di tukang sayur atau ke supermarket dan membiarkannya memilih mau makan apa. Dia senang sekali memilih sayur, ayam, ikan dan lainnya. 

Kedua, jika anak Anda merupakan 'picky eater', jika hanya untuk 1-2 jenis makanan, biarkan saja. Anda juga tidak menyukai semua makanan, kan? Jadi maklumi saja. Lain halnya jika ia tidak menyukai semua jenis sayur misalnya. Anda bisa menceritakan padanya mengenai kandungan gizi dan manfaat makanan tersebut. Putera saya sekarang sudah hafal mengenai manfaat beberapa sayuran. Contohnya saja wortel. Awalnya dia nggak suka makan wortel. Tapi setelah saya bilang bahwa wortel itu bisa mempertajam penglihatan kita, dan memberinya bukti bahwa kelinci--si pemakan wortel bisa melompat jauh tanpa takut menabrak sesuatu, ia jadi suka. 

Ketiga, jangan terlalu terpaku pada urusan makan. Coba perhatikan aspek tumbuh kembang lainnya. Biarkan ia bermain dengan teman-temannya atau mencoba berbagai permainan untuk menstimulasi otaknya. Berikan pula asupan kasih sayang dan perhatian yang cukup padanya. Selain meningkatkan bonding antara orangtua dan anak, ini juga akan menumbuhkan rasa cinta dan bahagia pada diri anak. Biasanya anak yang bahagia akan bisa melakukan apa saja dengan penuh sukacita, termasuk makan!

Sekarang kalau ada lagi yang nanya, "Kok anaknya kurus? Susah makan ya?"

Saya bisa dengan enteng menjawab, "Enggak, dia makan cukup, kok. Dan yang penting dia cerdas dan aktif."

Tidak mudah memang menghadapi anak yang susah makan. Diperlukan kreatifitas terus-menerus dan kesabaran yang luar biasa. Saya sudah mengalami, menjalani dan mempraktekkan banyak tips pintar yang luar biasa hingga akhirnya bisa sampai pada kondisi ini. Kalau saya bisa, Anda juga pasti bisa :)

Gaza yang lincah, cerdas dan sehat membuat saya tak lagi risau

Tulisan ini diikutsertakan dalam "Kontes Blog Mom And Baby's Diary--SevenSeas" periode 5: Cara Mengatasi Anak Susah Makan