Thursday, June 5, 2014

Pentingnya Imunisasi/Vaksinasi Bukan Sekedar Hak Pribadi

Berbincang Tentang Vaksin Bersama dr. Moeljono Maksoem., SpA
Bulan Februari lalu saat sedang berlibur di Sukabumi, saya membawa Bilal ke dr. Moeljono Maksoem. Beliau adalah seorang dokter spesialis anak yang sudah senior di sana. Usianya saya taksir sudah lebih dri 70 (ini perkiraan saja, soalnya 20 tahun yang lalu saat adik saya bayi, beliau juga sudah senior). Namun usia senja tak membuatnya terlihat pikun atau kikuk, beliau justru tampak sangat matang dan ahli di bidangnya. Bukan kali pertama saya mengunjunginya dengan anak-anak. Sebelum Bilal, Gaza pun pernah 2 kali imunisasi di situ, jika kebetulan jadwal imunisasinya bertepatan dengan waktu liburan kami.

Nah pas Bilal imunisasi saat itu, waktunya sudah terlambat nyaris 2 minggu dari yang dijadwalkan. Tidak biasa seperti itu, maka saya pun menanyakan apakah tak masalah telat membawa anak untuk imunisasi?

"Keterlambatan imunisasi itu masih ditolerir sampai maksimal 4 minggu, Bu. Dan yang terlambat itu pun masih jauh lebih baik ketimbang tidak mengajak anak untuk imunisasi sama sekali." ujarnya tegas.

"Banyak gitu yang seperti itu, Dok?" tanya saya. "Ya sih, saya tahu bahwa belakangan ini ada beberapa orang yang memutuskan untuk tidak mengimunisasi anak mereka karena beragam alasan. Salah satu yang paling populer adalah maraknya isyu bahwa imunisasi adalah sebuah konspirasi Yahudi untuk memasukkan virus dan melemahkan generasi penerus atau alasan lain yang tak kalah 'dahsyat' adalah bahwa imunisasi mengandung babi dan itu jelas haram." saya melanjutkan.

Dengan suaranya yang berat, dokter itu tertawa, "Aduh, Bu... Saya ini muslim, lho. Dan sudah puluhan tahun saya praktek. Imunisasi itu insyaAllah halal. Lalu, konspirasi apa? Orang Yahudi malah punya lebih banyak jenis vaksin, saya tahu betul itu!"

Selanjutnya setelah menyuntikkan vaksin Hexa Infanrix pada Bilal, sementara Ibu saya memakaikan kembali celana putera saya, obrolan kami berlanjut. Dr. Moeljono bercerita betapa sedihnya beliau dengan adanya KLB (Kejadian Luar Biasa) wabah Polio di kabupaten Sukabumi beberapa waktu lalu. 

"Padahal Ibu tahu, sudah sepuluh tahun lebih Indonesia bebas polio. Nah KLB ini datang dari anak-anak yang orangtuanya terlalu paranoid perihal bahaya imunisasi. Padahal mereka bukan tenaga medis yang mempelajari imunisasi secara intens. Sumbernya kalau saya tanya hanya katanya dan katanya. Bahkan ada buku siapa itu, yang mengulas lengkap mengenai imunisasi terkait dengan konspirasi Yahudi. Ah, sangat saya sesalkan kenapa buku itu diizinkan beredar di Indonesia, karena isinya bohong besar."

Bla bla bla... Kami mengobrol panjang lebar sambil saya menyusui Bilal supaya tenang pasca imunisasi. Obrolan terhenti saat ada rekam medis yang masuk, menandakan pasien selanjutnya sudah datang. Kami--saya, Mamam dan Bilal pun pulang. 

Setibanya di rumah, saya dan Mamam kembali membahas perihal imunisasi itu. Ibu saya baru tahu kalau belakangan ini ada yang namanya gerakan antivaks (anti vaksin) dengan beragam alasan. 

"Orangtua yang begitu tuh nggak kasian apa sama anaknya? Iya sih imunisasi bukan tameng supaya anak betul-betul sehat seumur hidup, tapi paling nggak nya itu bisa mencegah banyak penyakit berbahaya yang disebabkan oleh virus." kata Ibu saya.

Saat Lingkungan Sekitar Kami Terkena Wabah Campak dan Flu Singapura
Lepas dari itu, saya baru ingat bahwa sekitar 1-2 bulan sebelum kami ke Sukabumi, di kompleks tempat tinggal saya terjadi wabah campak. Ada belasan warga yang terkena wabah tersebut. Meski kebanyakan anak-anak, namun orang dewasa pun tak luput. Saat itu tentu saja saya sangat khawatir, bayangkan Bilal kan baru berusia 1-2 bulan. Belum lah ia mendapat imunisasi campak. Gaza sih sudah imunisasi, tapi tetap saja saya khawatir. Namun syukurlah hingga wabah itu lewat, kedua anak saya baik-baik saja. Oya, wabah campak kala itu rupanya tak hanya menyerang anak yang tak diimunisasi, namun juga yang sudah diimunisasi.

"Menurut pengamatan saya sih, rata-rata kalau yang sudah diimunisasi, demamnya hanya dua tiga hari sembuh, kaya anakku. Sementara yang enggak, bisa sampai belasan hari." jelas seorang tetangga sya yang puteranya juga terkena wabah campak.

Lepas campak, flu singapura juga sempat mampir ke kompleks tempat tinggal saya. Nyaris sama dengan campak, untuk penyakit ini pun yang terkena berjumlah belasan orang (sumber: obrolan antar tetangga). Qadarullah, kedua putera saya kembali selamat. 

Tentu terlalu takabur jika saya katakan bahwa kedua putera saya tidak terkena wabah itu hanya karena sudah diimunisasi. Pastinya atas izin Allah lah itu terjadi. Jika vaksin disebut sebagai perantaranya? Ya mungkin saja. Paling tidaknya saya menganggap vaksin itu sebagai upaya terbaik untuk mencegah. Jika wabah penyakit diibaratkan hujan, vaksin sebagai jas hujan. Urusan tetap basah atau kering saat hujannya turun, ya itu atas izin-Nya. Paling enggak nya, kalopun basah ya gak akan basah kuyup amat kali ya...

Lebih Peduli Isyu Vaksinasi
Dari situ saya semakin getol tuh baca-baca mengenai vaksin. Mulai dari seberapa penting, harga vaksin, kandungannya sampai kenapa sekarang ini kok makin banyak orang yang mendeklarasikan dirinya anti vaksin? Betulkah apa yang banyak diributkan mengenai kandungan babi dan konspirasi Yahudi itu?

Berbeda dengan saat Gaza bayi, dimana saya nggak terlalu peduli dengan urusan vaksin dan menganggap ini semata urusan kewajiban. Asal tiap bulan dateng ke dokter, suntik, pulang dan selesai perkara. Kali ini nggak. Saya mencoba jadi ibu cerdas yang mau belajar mengetahui manfaat dan berbagi dengan orang lain.

Lagi seneng-senengnya belajar topik yang satu ini, ada seorang penulis favorit saya yaitu Maimon Herawati yang mengulas hal tersebut di akun FB-nya. Tidak main-main, dalam 2 hari saja status itu sudah dibanjiri lebih dari 300 komen. Tentu saja karena ini adalah isyu kontroversial, banyak pro dan kontra bermunculan. Tapi Teh Imun--begitu saya menyapa beliau, tentu bukan orang sembarangan yang suka pasang status komtroversial lalu menghilang. Bersama Mbak Ajeng Kusumaningtyas Pramono dari Komunitas GESAMUN, keduanya menjawab berbagai pertanyaan dan sanggahan mengenai vaksin.

Awalnya saya berniat merangkum diskusi tersebut ke dalam blog ini. Tapi sepertinya akan sangaaaaat panjang. Jadi akan saya ambil beberapa poin penting yang menurut saya jarang dibahas di penjelasan mengenai pentingnya vaksinasi/imunisasi saat ini.

Vaksin dan Konspirasi Yahudi
Jika Anda mempertanyakan perihal kaitan antara vaksinasi dengan konspirasi Yahudi, maka berikut jawabannya:

Israel justru memiliki program vaksinasi yang sangat lengkap dan berhasil dengan angka cakupan sangat tinggi untuk bayi baru lahir hingga anak usia 13 tahun. Dari artikel yang dibuat oleh Kementrian Kesehatan dan dirilis di jurnal ini diperoleh data cakupan imunisasi di israel > 90% semua, yaitu sebagai berikut DTaP-IPV-Hib4 (all 93%), HBV3 (96%), MMR1 (94%), and HAV1 (90%). Sebanyak 93% bayi mendapat vaksin difteri, tetanus, pertusis, polio dan hemofilus influenzae B; sebanyak 96% bayi mendapat vaksin hepatitis B; sebanyak 94% bayi mendapat vaksin campak, gondongan dan rubella; dan sebanyak 90% bayi mendapat vaksin hepatitis A. Pada tahun 2009 mereka memulai program vaksinasi pneumokokus, pada tahun 2010 mereka memulai vaksinasi rotavirus dan pada tahun 2011 mereka memulai vaksinasi human papilloma virus untuk anti kanker leher rahim (serviks). Kenapa angkanya tidak 100%? Karena pada bayi dengan penyakit tertentu seperti defisiensi sistem imunitas, kanker atau penyakit darah ada yang sebaiknya vaksinasi ditunda terlebih dahulu. Kabar baiknya adalah pejuang Muslim Palestina juga memvaksin anak-anaknya agar tumbuh menjadi generasi yang sehat tidak kalah dengan bayi-bayi yahudi di Israel. Muslim Mesir tanah tempat kelahiran pejuang-pejuang tangguh yang berani menolong saudaranya di Gaza juga memiliki vaksin wajib yang ditaati oleh warga negaranya.
(Sumber dari sini).

Ah, vaksin itu mengandung tripsin babi!
Anda berpendapat demikian? Mari kita telusuri jawabannya:
Berdasarkan keterangan Ela (rekan Maimon Herawati), yang sekarang bekerja di RaD Biofarma didapat keterangan bahwa tripsin babi dipurifikasi lagi sampai kadarnya 0,000000 alias sejuta kali pengenceran. Dan itupun nggak semua vaksin pakai tripsin. Dimana tripsin berfungsi melepaskan sel-sel lini dari matrix-nya supaya bisa dipanen. Sel lini ini adalah sel vero, tempat membiakkan virus. Saat ini memang belum menggunakan tripsin nabati, tapi ada yang namanya tripsin rekombinan, triple selex untuk Rotavirus. 

Kebayang nggak? Enggak? Sama, saya juga enggak. Tapi syukurlah Mbak Ajeng Kusumaningtyas Pramono mau memberikan penjelasan sederhananya untuk orang awam seperti saya :)

Proses Pembuatan Vaksin
Jika Anda sulit membayangkan bagaimana pembuatan vaksin itu, jangan bayangkan bahwa bikin vaksin itu kaya nenek sihir yang lagi ngaduk-ngaduk kuali yang akan memasukkan 100 gram babi, campur darah, tambah nanah. No! Tidak seperti itu, sodara-sodara. Prosesnya sangat bersih dan steril. Yang namanya purifikasi itu hitungannya tingkat molekular--yang mana kalau kita nyuci nampan yang kena babi aja prosesnya gak mungkin sebersih itu. Terus yang namanya sel vero itu juga bukan kaya abis bunuh monyet terus ginjalnya diambil, lantas tiap kali mau bikin mesti bunuhin monyet. Bisa bikin usaha sate monyet kali Biofarma kalo kaya gitu modelnya. 

Proses Pembuatan Vaksin
Sumber gambar Ajeng Kusumaningtyas Pramono
Yang diambil HANYA SEL-nya. Sel yang ukurannya lebih kecil dari titik di ujung kalimat ini. Sel tersebut dikasih 'makan' hingga akhirnya berkembang, membelah diri, terus dan terus. Nah sel inilah yang dipakai. Pemakaiannya pun hanya untuk tempat hidup virus, karena virus hanya bisa hidup di sel. Setelah virusnya replikasi ya virusnya aja yang diambil. Ibarat kata menanam tomat, yang diambil ya tomatnya. Kita nggak makan tanahnya, kan?

Bahkan nih kalau sampai sel tempat hidup virus itu ketahuan masuk sampai ke hasil akhir, bisa-bisa satu batch produksi ditarik, gak diedarkan, karena nggak memenuhi standar. Makanya kadang suka ada vaksin yang tiba-tiba langka di pasaran. Ini dikarenakan quality control untuk vaksin tinggi sekali.

Selanjutnya mengenai tripsin porcine alias tripsin babi pada beberapa vaksin. 
Tripsin adalah enzim yang gunanya membantu untuk memotong protein supaya virus bisa 'makan' lebih mudah dan di setiap pergantian tahapnya SELALU ada tahap PURIFIKASI, seperti yang udah dijelasin tadi itu. Mari kita kembali bermain analogi. Jika dianalogikan, tripsin ini fungsinya seperti sekop yang dipakai untuk ngasih pupuk ke tomat yang mau kita tumbuhin. Apakah kita makan sekopnya? Ya nggak keleeess..

Ilustrasi Penggunaan Tripsin Babi
Sumber Gambar dr. Piprim Basarah Yanuarso
Selesai penjelasan vaksin dan sekop, eh...tripsin babi. Ada yang masih belum jelas? Ah ya masa nggak jelas udah segamblang itu. Tapi baiklah jika memang tulisan saya masih membingungkan, Anda boleh mengunjungi beberapa laman berikut yang menegaskan kalau vaksin itu halal, sodara-sodara:

oleh muslim.or.id
http://muslim.or.id/.../pro-kontra-hukum-imunisasi-dan...

oleh Umm hamzah
https://www.facebook.com/groups/GESAMUN/permalink/322246414516522/

oleh Mila Anasanti
http://www.facebook.com/groups/GESAMUN/permalink/345998728807957/

Kumpulan FATWA ttg vaksinasi
https://www.facebook.com/notes/gesamun-gerakan-sadar-imunisasi/fatwa-fatwa-ulama-keterangan-para-ustadz-dan-ahli-medis-di-indonesia-tentang-bol/328537630554067

HALAL nya vaksin meningitis
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=4400348020588&set=o.312243985516765&type=3&theater

HALAL nya gelatin
http://www.immunize.org/concerns/porcine.pdf

HALAL nya Rotateq
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10201181559846960&set=o.312243985516765&type=3&theater

HALAL nya Prevenar (PCV13)
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10202262879567140&set=gm.554647331276428&type=1&theater

Vaksin Adalah Hak Pribadi, Benarkah?
Oke sekarang kita move on dari urusan kehalalan vaksin. Poin selanjutnya yang menurut saya nggak kalah penting untuk dibahas adalah pernyataan, "Ya udah, kalo lo pro vaksin, gue antivaksin terus kenapa? Lo gak bisa dong maksa-maksa gue untuk ikutan pro vaksin juga. Hey, ini hak gue!"

Hak? Yakinkah Anda bahwa vaksi semata merupakan HAK PRIBADI?

Beginilah jawaban Mbak Ajeng Kusumaningtyas Pramono mengenai hal ini:
Yang bilang vaksinasi itu urusan masing-masing itu tidak tepat, karena vaksinasi adalah urusan bersama. Ini dikarenakan HERD IMMUNITY/kekebalan komunitas sangat tarpengaruh oleh cakupan vaksinasi di satu wilayah. 

Kekebalan komunitas ini sangat penting untuk menjaga orang-orang yg masih terlalu muda untuk divaksin, orang-orang yg punya kelainan sistem imun dan sebagainya. Jadi kalau terlalu banyak anak yang tidak divaksin, sunatullah wabah akan gampang masuk ke komunitas itu dan menyebar, contohnya KLB difteri di jatim. Jadi jangan salah kaprah ya... vaksinasi itu bukan urusan diri sendiri, tapi urusan bersama.

Bingung lagi? Sama, saya juga gitu waktu pertama baca. Tapi syukurlah Teh Maimon Herawati mau memberikan ilustrasi yang gamblang mengenai hal ini:

Misalnya ada 20 anak. Ke-20 anak ini satu kelas, dimana 10 anak tidak divaksin meningitis. sementara 10 lainnya divaksin. Lalu salah satu dari yang sepuluh tidak divaksin ini terkena demam meningitis. Virus meningitis kalau sudah 'prolonged contact' alias main bersama, memakai gelas bersama, akan mudah loncat. Maka satu kelas semua terpapar virus meningitis. Sebagian kuat imunitasnya, sebagian tidak. Bagi yang sudah vaksin, di dalam tubuhnya sudah ada perisai khusus meningitis. Jadi kalau demam, paling sebentar. Yang sembilan lagi, badan mereka tidak kenal virus ini. Maka demam parah lah mereka. 

Selanjutnya, mereka akan kembali ke rumah masing-masing. Di rumah mereka ada adik-adik yang belum dijadwal vaksin meningitis. Maka seperti halnya 10 anak yang tidak divaksin tadi, maka mereka (adik-adik yang belum divaksin) itu pun akan demam.

Jadi, 10 anak yang tidak divaksin tadi akan jadi penyebar virus meningitis kepada masyarakat, terutama kepada bayi-bayi di sekitarnya. Para bayi di bawah usia setahun, dimana vaksin MMR biasanya diberikan.
Tahukah Anda, virus meningitis, salah satu efeknya adalah menyerang batang otak, mematikan dalam waktu 2-3 hari.

'Skenario' lainnya seperti ini:

Ada 20 anak, 18 anak divaksin MMR, 2 sisanya tidak. Yang satu dari dua itu demam rubella, yang 18 aman, hanya demam sedikit. Yang satu lagi juga demam tapi dia anak bungsu, tidak ada bayi di rumahnya. Anak yang tidak divaksin, sepanjang mayoritas divaksin, akan ikut terlindungi oleh yang mayoritas vaksin. Makanya disebut herd immunity atau kekebalan komunitas. 


(1) Saat dalam satu populasi tidak ada individu yang imun
maka agen infeksi akan menyebar ke individu lain.
Akibatnya banyak individu menderita penyakit tersebut
(2) Saat dalam satu populasi sebagian individu imun tapi jumlahnya belum cukup.
maka individu lain yang tidak imun akan tetap tertular

(3) saat dalam suatu populasi ada banyak individu imun,
maka semua anggota populasi akan terlindung karena penyebarannya telah dilokalisir
Sumber gamba 1, 2 dan 3 dari sini
Jadi kalau dalam suatu komunitas lebih banyak orangtua yang memutuskan untuk tidak memvaksin anaknya dengan alasan bahwa itu hak pribadinya, secara logika ya jebol lah itu 'payung komunitas kekebalan'. Jadi pikirlah seribu kali jika ingin mengatakan bahwa urusan vaksin adalah hak pribadi Anda, wahai para orangtua yang bijaksana. 

Gimana dengan pengobatan islami, dengan tahnik, madu, propolis atau habbatusauda? Tentu saja semua baik, tak ada yang salah satupun. Hanya saja pengobatan thibun nabawi itu bukan sesuatu yang saling menggantikan dengan vaksin. Jadi vaksin+thibun nabawi insyaAllah sehat dan berkah, saling melengkapi lah :)

Efek Samping Vaksin yang 'Meragukan'
Oke lah halal, tapi belum tentu juga vaksin itu menjamin anak jadi sehat. Buktinya ada anak yang malah jadi sakit, panas atau kenapa-kenapa abis divaksin? Berarti vaksin punya efek samping yang buruk, dong?

Mengutip dari laman Depkes, beginilah penjelasan Prof. dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, Sp. A (K), Ketua Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia.

"Selama ini banyak persepsi yang salah tentang imunisasi di mata masyarakat. Mulai dari imunisasi menyebabkan anak menjadi demam, imunisasi itu berbahaya, bisa menyebabkan kesakitan dan bahkan kematian. Pendapat itu tidak benar sama sekali. Vaksin yang diberikan dalam imunisasi merupakan produk yang sangat aman. Hampir semua efek samping vaksin bersifat ringan (minor) dan sementara seperti pegal di lengan atau demam ringan. Berdasarkan hasil penelitian Institute of Medicine tahun 1994 menyatakan bahwa risiko kematian akibat imunisasi adalah amat rendah. Apabila anak mendapat vaksinasi, 80-95 persen akan terhindar dari infeksi berat dan ganas. Makin banyak bayi atau anak mendapatkan imunisasi, kian berkurang penularan penyakit sehingga menurunkan angka kesakitan dan kematian." 

Ditambahkan oleh Dr. Hartono, "Pendapat yang salah tentang imunisasi perlu diketahui dan diantisipasi agar pemberian vaksin terhadap anak tetap berjalan dengan baik. Anak harus mendapat imunisasi karena dua alasan, yaitu anak harus dilindungi dan imunisasi dapat melindungi anak-anak di sekitarnya yang tidak mendapatkan imunisasi apabila cakupan imunisasi tinggi. Anggapan bahwa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi sudah tidak ada di negara kita sehingga tidak perlu imunisasi, juga tidak benar. Angka kejadian sejumlah penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi telah menurun drastis di Indonesia. Namun, pelancong (wisatawan) dapat membawa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti polio, campak, hepatitis B dan lain-lain serta menimbulkan wabah di Indonesia."

Kembali mengutip dari laman Depkes

Beginilah yang disampaikan oleh Menteri Kesehatan dr. Nafsiah Mboi., SpA, MPH  pada acara pembukaan Seminar Imunisasi Nasional dalam rangka memperingati Pekan Imunisasi Dunia yang dihadiri oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Ketua Tim Penggerak PKK Pusat, para Ketua Pengurus Besar Profesi IDI, IDAI, IBI, dan PPNI serta para pejabat eselon I, II dan III Kemenkes RI

"Keberhasilan Program Imunisasi di Indonesia telah terbukti sejak beberapa dasa-warsa terakhir ini. Sukses yang telah dicapai antara lain adalah; keberhasilan dalam pembasmian atau eradikasi cacar pada tahun 1974 - suatu penyakit menular sangat cepat menyebar dan banyak menimbulkan kesakitan, kecacatan, dan kematian, penderita polio sudah tidak ditemukan lagi di Indonesia sejak tahun 2006 dan diharapkan pada tahun 2018 seluruh dunia dapat bebas polio, penurunan lebih dari 90% angka kesakitan dan kematian akibat penyakit Difteri, Pertusis atau Batuk 100 hari, Tetanus, dan Campak bila dibandingkan dengan 20 tahun yang lalu. Dari hasil Surveilans penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, memperlihatkan penurunan secara signifikan jumlah kasus dari 3 penyakit, bila dibandingkan antara data tahun 1990 dengan data tahun 2011. Penyakit tetanus dari 1.427 kasus turun menjadi 114 kasus, untuk pertusis dari 30.000 kasus telah berhasil diturunkan menjadi 1.941 kasus, dan untuk penyakit dipteri dari 2.200 kasus turun menjadi 806 kasus."


Jadi, yuuuk...yuuuk... Sekali lagi saya menganjurkan bagi para orangtua untuk membawa anak-anaknya imunisasi. Nggak ada yang perlu dikhawatirkan kok dengan imunisasi ini. AMAN. 

Jika ternyata setelah membaca tulisan ini Anda menyadari pentingnya imunisasi padahal anak sudah besar--misalnya 5 tahun. Tak usah khawatir. Dikatakan oleh Ajeng Kusumaningtyas Pramono bahwa Anda bisa datang ke dokter spesialis anak dan meminta 'catch up' imunisasi. 

Masih ragu juga? Ya baiklah, saya kan nggak bisa juga membuat Anda mempercayai saya dan mengubah pendapat (jika Anda adalah salah satu orangtua yang anti vaksin). Toh saya juga bukan dokter. Saya hanya seorang ibu yang percaya bahwa vaksin bisa meningkatkan kualitas kesehatan anak, yang selanjutnya akan membuatnya jadi generasi penerus yang tangguh, insya Allah.

Tulisan ini dibuat untuk menambah referensi saja, bukan untuk dijadikan ajang debat kusir. Jadi untuk yang setuju dengan pendapat saya, mari kita bergandengan tangan merapat di payung komunitas kekebalan tubuh bernama Herd Immunity. Yang tak sepakat? Bolehlah bersama-sama berpayung, asal jangan banyak-banyak ya, khawatir payungnya jebol ;)


Terimakasih untuk Teh Maimon Herawati dan Mbak Ajeng Kusumaningtyas Pramono yang sudah mengizinkan saya mengutip (bahkan meng-copy paste) diskusinya yang sangat gamblang tempo hari :) Semoga lebih banyak orang yang paham dan tercerahkan untuk isyu yang satu ini. 

7 comments:

Astri Damayanti said...
This comment has been removed by the author.
Astri Damayanti said...

Infonya mengingatkan aku kembali pada vaksinasi... dah lupa soal vaksinasi ... hehhehehhe

Pritha Khalida said...

Hwaaaa blogku dikunjungi seleb mba Astri Damayantiii.... Makasih yaa

Unknown said...

Salam kenal mba pritha :) wah bahasannya lengkap dan lugas..bagus banget mba. Izin share ya. Semoga para ortu yang antivaks pada baca dan berubah pikiran.

Ansa Thalib said...

Ada yang bilang dpt infarix mengandung babi
bener gak

Ansa Thalib said...

Kata nya Dpt infarix mengandung babi bener gak ya?

Piece of Grateful said...

Bu, anak ibu, Bilal,vaksin infarix nya bertuliskan "dalam proses pembuatannya bersinggungan dengan produk babi" kah?