@TentangAnak - Joko Dwinanto - Noura Books |
“The most important thing a father can do for his children is to love their mother” (Theodore Hesburgh)
Sebuah quote singkat yang menjadi pembuka buku ini, bikin saya terharu untuk meneruskan membacanya.
Seringkali seorang Ayah tak mau peduli atas pengasuhan anak dan menganggap kalau itu urusan Ibu semata. Atau kalaupun peduli, pada umumnya mereka tak tahu apa yang harus dilakukan. Yang ada malah ‘terlalu peduli’ dengan cara membelikan berbagai mainan untuk anak, yang seharusnya tak perlu atau ditujukan untuk ‘membayar’ atas kurangnya kebersamaan yang bisa diberikan.
Terus apa hubungannya mencintai isteri dengan pengasuhan anak-anak?
Ya ada lah, MasBro.. (eh, mulai ketularan gaya penulisan buku @TentangAnak nih). Coba deh dibayangkan dan dihayati, kalau seorang Ayah mau ingat bahwa isterinya sudah bertaruh mengandung dan melahirkan buah hati, pasti merawat dan mendidik anak akan terlihat sebagai sebuah perkara yang lebih mudah. Paling tidaknya, seorang Ayah bisa bekerjasama dengan Ibu untuk merencanakan pola asuh yang akan diterapkan untuk anak-anak.
Buku yang ditulis oleh Joko Dwinanto ini terdiri dari 40 topik ringan yang dibahas dengan gaya bahasa obrolan santai. Dimulai dengan topik ‘Bau Tangan’, penulis mencoba mengungkapkan fakta bahwa seorang anak yang semasa bayinya sering digendong, saat sudah besar kelak tidak akan menjadi anak manja. Sebaliknya, mereka yang tak pernah atau jarang digendong pun belum tentu menjadi anak yang mandiri. Dengan dilengkapi bukti penelitian, bahasan ringan ini menjadi sarat makna.
“Jumlah hari Sabtu antara kelahiran anak dan masuk kuliah hanya 940. How many Saturday do you have left?” (Anonim) – Hlm 11
Quote itu mengawali beberapa bab yang memang ditujukan untuk para Ayah, yang antara lain mengulas tentang ‘Lembur’, dimana penulis menyarankan agar setiap Ayah bisa meluangkan waktu untuk anak-anaknya dan tak melulu ‘sembunyi’ atas dalih pekerjaan.
Selanjutnya, dibahas pula mengenai ‘Lelaki Sejati’ yang lewat kalimat-kalimat pendek ala ocehan di twitter atau yang biasa disebut KulTwit, diantaranya:
#LelakiSejati nggak akan pernah nyuruh istri yang dalam proses menyusui untuk diet biar cepat langsing lagi. Dia akan ‘membiarkan’ isterinya makan apa pun biar ASI lancar
#LelakiSejati adalah laki-laki yang mau membantu meringankan tugas rumahtangga
#LelakiSejati akan kasih makan anak-isterinya dari uang dan cara halal
Setelah selesai dengan topik ‘khusus’ Ayah yang ditutup dengan saran agar Ayah lebih banyak mengambil peran pengasuhan saat weekend dengan cara ‘khas ayah’, buku @TentangAnak meggeser bahasan pada persoalan Mertua VS Menantu. Fakta bahwa hubungan kedua pihak ini merupakan ‘Topik-Tak-Berujung’, membuat penulis mencoba melihatnya dari dua sudut pandang, yaitu Mertua dan Menantu. Seorang mertua yang suka mencampuri urusan pengasuhan anak alias cucunya, dianggap ‘wajar’ karena mereka memiliki pengalaman hidup yang jauh lebih panjang ketimbang anak dan menantunya. Sementara jika seorang anak/menantu memiliki sudut pandang yang berbeda juga tak salah, sebab akses informasi sekarang kan sudah banyak. Apa yang dulu dianggap tabu, bisa jadi sekarang justru merupakan keharusan. Nah, info begini yang kebanyakan mertua nggak punya. Solusinya apa? Ada di bab ini. Simpel tapi kena! Percaya deh…
Ada sekitar 20 poin Penyesalan Orangtua terkait pengasuhan anak hasil penelitian Lauren Revell yang dikutip oleh penulis di buku ini(Hlm 52), di antaranya adalah karena mereka Terlalu banyak bekerja, Mencemaskan hal kecil,Tidak banyak bermain bersama anak dan Tidak mengabadikan anak dalam foto/video serta hal-hal lain yang seringkali tampak sangat sepele dan sebetulnya mudah untuk dilakukan, tapi orangtua melupakannya.
Pro ASI
Ini adalah salah satu topik favorit saya dalam buku @TentangAnak. Tampak sekali bahwa penulis adalah seorang Ayah yang ProASI. Mulai dari bab awal dimana disarankan agar seorang suami tidak menyuruh isterinya yang baru melahirkan untuk berdiet, lalu satu bab khusus tentang Fakta ASI dan ASI VS SuFor hingga bab lain di bagian akhir yang menyarankan agar pasangan suami isteri sebaiknya tidak membelikan botol dot untuk anak mereka, karena Ibu yang memberi ASI Eksklusif kan memang tidak membutuhkannya. Untuk seorang Ibu bekerja, masih ada alternatif lain yang disarankan dalam buku ini selain memakai botol dot.
Apakah hanya topik ringan yang dibahas dalam buku ini?
Pada bab-bab awal menurut saya Ya, topik relatif ringan. Tapi jangan salah, memasuki bab pertengahan pembaca akan disuguhi dengan bahasan yang lebih menantang seperti ‘Baby Blues Syndrome’, ‘Curahan Hati Orangtua’, Ketika Ortuku Berbohong’ dan beberapa topik lain yang menghadirkan rasa haru saat membacanya.
Masih banyak topik menarik lainnya yang dibahas dalam buku ini. Selain membaca, buku ini juga dilengkapi dengan QR Code pada setiap bab-nya. Ini ditujukan agar para pembaca bisa berinteraksi secara langsung dengan penulis. Karena jika QR Code-nya discan, kita akan diarahkan langsung ke blog Tentang Anak dengan bahasan yang sama. Di situ pembaca bisa ikut memberikan komentar mengenai topik yang baru saja dibacanya.
Dengan mengusung tagline ‘So, relax. Loosen up. Parenting is supposed to be fun.”, buku setebal 227 halaman ini layak untuk dibaca oleh para orangtua yang ingin berperan aktif dalam pengasuhan anak namun menginginkan referensi yang tak terlalu ‘berat’.
Well, sudah seharusnya mereka—para Ayah yang enggak peduli itu—baca buku ini. Tak seserius buku parenting pada umumnya, buku ini disajikan dengan lucu, jujur dan simpel. Cocok untuk dibaca oleh para Ayah yang sibuk.
(Pritha Khalida)
3 comments:
terimakasih reviewnya ya mba.. keren banget deh..
Mbak jd pngen beli. Good job teteh..
pengen banget punya bukunya...
apalagi setelah baca review ini :)
Post a Comment